Osteoporosis pada anak mungkin belum banyak diketahui oleh masyarakat karena osteoporosis lebih sering dikaitkan dengan masalah pada orang lanjut usia. Osteoporosis sebenarnya dapat terjadi pula pada anak – anak maupun remaja. Angka kejadian osteoporosis pada anak dan remaja semakin meningkat, salah satunya karena semakin tingginya angka harapan hidup anak dengan penyakit kronik yang mendapatkan pengobatan jangka panjang. Salah satu efek samping dari penyakit kronik maupun pengobatan tersebut adalah terkait dengan kepadatan tulang.
Osteoporosis merupakan suatu kondisi kepadatan massa tulang yang menurun, sehingga meningkatkan risiko terjadinya patah tulang. Diagnosis osteoporosis pada anak jauh lebih kompleks dibandingkan dengan dewasa. Menurut International Society of Clinical Densitometry (ISCD) 2019, osteoporosis pada anak ditegakkan apabila terdapat patah tulang di tulang belakang, atau jika didapatkan hasil pemeriksaan Bone Mineral Densitometry (BMD) dengan kepadatan massa tulang yang rendah disertai riwayat patah tulang pada dua atau lebih tulang panjang pada usia 10 tahun atau jika didapatkan tiga atau lebih patah tulang panjang pada usia berapapun sampai dengan usia 19 tahun.
Osteoporosis pada anak dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu osteoporosis primer dan osteoporosis sekunder. Osteoporosis primer adalah kondisi osteoporosis akibat kelainan genetik. Osteogenesis imperfekta merupakan osteoporosis primer yang paling sering dijumpai. Osteoporosis tipe lainnya adalah osteoporosis sekunder, yaitu kondisi osteoporosis karena adanya penyakit lain maupun akibat pengobatan untuk suatu penyakit yang mendasarinya. Paling sering dijumpai pada penyakit kronik yang mendapatkan pengobatan jangka panjang. Kejadian osteoporosis sekunder dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya lama sakit dan keparahan penyakit, lama pemberian terapi beserta efek samping pengobatan, gangguan mobilitas, gangguan hormonal, dan juga faktor nutrisional.
Kapan kita curiga seorang anak mengalami osteoporosis?
Orangtua harus mengenali gejala dan tanda terjadinya osteoporosis pada anak. Hal ini menjadi penting karena semakin cepat dikenali dan terdiagnosis, maka penanganan yang diberikan akan lebih cepat, tepat dan diharapkan hasilnya juga akan lebih baik. Walaupun demikian, terkadang osteoporosis pada anak tidak menunjukkan gejala yang jelas.
Perlu diwaspadai anak mengalami osteoporosis apabila anak mengeluh nyeri tulang berulang terutama di bagian punggung bawah, pinggang, lutut, pergelangan kaki, dan telapak kaki. Selain itu bisa juga didapatkan keterbatasan gerak, bentuk tulang belakang yang tidak normal (seperti bengkok atau bungkuk), bentuk kaki yang bengkok, serta adanya patah tulang berulang atau patah tulang yang spontan atau tanpa adanya riwayat benturan yang keras.
Pada anak dengan osteogenesis imperfekta, selain didapatkan adanya riwayat patah tulang berulang (yang dapat terjadi sejak di dalam kandungan), juga dapat dijumpai adanya warna abu kebiruan pada mata, bentuk tulang yang bengkok, gigi yang rapuh, serta dapat ditemukan gangguan pendengaran.
Apa yang harus dilakukan jika anak terdapat gejala menyerupai osteoporosis?
Jika seorang anak mengalami keluhan nyeri tulang berulang, riwayat patah berulang tanpa sebab yang jelas (riwayat benturan yang minimal), maupun jika didapatkan kelainan pada bentuk tulang anak, maka anak perlu segera diperiksakan ke dokter spesialis anak, jika memungkinkan, ke dokter spesialis anak konsultan endokrinologi atau dokter ortopedi anak.
Apa saja pemeriksaan yang akan dilakukan oleh dokter pada anak yang dicurigai osteoporosis?
Pada kasus anak yang dicurigai sebagai osteoporosis, maka dokter akan melakukan beberapa pemeriksaan, diantaranya pemeriksaan rontgen tulang, pemeriksaan kepadatan massa tulang, serta pemeriksaan laboratorium darah untuk dapat menilai kondisi kesehatan tulang diantaranya menilai kadar kalsium, vitamin D, fosfat, serta pemeriksaan darah lain yang diperlukan.
Melalui pemeriksaan – pemeriksaan tersebut, dokter dapat mendiagnosis ada atau tidaknya osteoporosis pada anak.
Apa osteoporosis bisa disembuhkan?
Penanganan osteoporosis pada anak memerlukan kerjasama berbagai pihak, tidak hanya dokter anak, tetapi juga dokter bedah tulang, dan ahli rehabilitasi medik. Jenis, penyebab, dan derajat keparahan osteoporosis sangat menentukan apakah osteoporosis tersebut dapat disembuhkan atau diperbaiki, serta dapat dicegah kejadian patah tulang berulangnya.
Pada osteoporosis primer yang disebabkan oleh kelainan genetika, hingga saat ini tatalaksananya berhubungan dengan penguatan kondisi tulang untuk mencegah terjadinya patah tulang berulang, yaitu dengan pemberian terapi bifosfonat berupa asam zoledronat yg diberikan secara berkala.
Pada osteoporosis sekunder, selain penanganan terhadap kasus osteoporosis dengan penguatan massa tulang, juga harus dilakukan penanganan penyakit utamanya.
Tatalaksana utama osteoporosis selain dengan obat seperti bifosfonat untuk menguatkan tulang, juga dibantu dengan pemberian suplementasi kalsium dan vitamin D. Rehabilitasi medik khusus juga diperlukan pada kasus osteoporosis yang disebabkan oleh faktor imobilisasi dan juga kondisi osteroporosis yang disertai dengan patah tulang.
Selain obat – obatan dan rehabilitasi medik, juga diperlukan pemberian nutrisi yang lengkap dengan kecukupan kalsium, diantaranya melalui konsumsi produk susu dan turunannya, serta sayuran hijau. Kecukupan vitamin D juga dibantu dengan meningkatkan paparan terhadap sinar matahari. Aktivitas fisik yang berisiko untuk menyebabkan patah tulang juga perlu dihindari sebagai bentuk pencegahan.