Apa itu lupus dan bagaimana bisa terjadi?
Lupus Eritematosus Sistemik (LES) merupakan penyakit autoimun kronik dengan keterlibatan berbagai sistem organ tubuh yang menyebabkan angka kematian dan kesakitan yang tinggi.1,2 Penyebab penyakit LES hingga saat ini belum diketahui secara pasti, diduga faktor genetik, imunologi, hormonal dan lingkungan yang memengaruhi hilangnya toleransi sistem imun sehingga sistem kekebalan penderita menyerang tubuh penderita itu sendiri sehingga terjadi kerusakan jaringan.3
Penyakit ini akan muncul apabila terdapat perubahan yang tidak normal pada sistem kekebalan tubuh manusia. Sel pertahanan tubuh yang normal berfungsi untuk melindungi tubuh dari masuknya kuman atau gangguan eksternal lainnya, namun pada penyakit ini sistem kekebalan tubuh kehilangan kemampuannya untuk melihat perbedaan antara benda asing dengan sel tubuh sendiri. Hal tersebut menyebabkan munculnya produksi antibodi yang berlebihan namun tidak menyerang kuman atau antigen asing, tetapi menyerang sel tubuh sendiri yang sehat. Antibodi seperti ini disebut auto-antibodi yang akan bereaksi dengan komponen drimembentuk kompleks imun. Kompleks imun yang terdapat dalam jaringan organ tubuh kemudian akan menimbulkan terjadinya peradangan dan kerusakan pada jaringan di berbagai organ tubuh.1,2
Apakah lupus bisa terjadi pada anak?
World Health Organization (WHO) mencatat jumlah penderita LES di dunia hingga saat ini mencapai sekitar lima juta orang dan setiap tahunnya ditemukan lebih dari 100 ribu kasus baru.4 Penyakit ini terutama menyerang perempuan usia reproduktif. Meskipun demikian, LES juga dapat menyerang laki-laki, anak-anak, dan remaja. Perbandingan penderita perempuan dibanding laki-laki adalah 9:1. Penyakit LES pada masa anak-anak didapatkan sekitar 20% dari seluruh kasus LES, dan seringkali dikaitkan dengan angka kematian dan kesakitan yang lebih tinggi dibandingkan pada usia dewasa. Angka kejadian kasus baru pada anak yakni sekitar 0,3-0,9 per 100.000 anak per tahun dengan jumlah kasus 3,3-8,8 per 100.000 anak. Frekuensi LES pada anak dilaporkan lebih tinggi pada ras Asia, Afrika-Amerika, Hispanik, dan penduduk asli Amerika.1 Jumlah penderita LES di Indonesia secara pasti belum diketahui. Berdasarkan data Infodatin 2017, diperkirakan jumlah pasien LES di Indonesia mencapai 1.250.000 orang atau sekitar 0,5% dari seluruh jumlah populasi. Menurut data Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) Online 2016 dari 858 rumah sakit yang melaporkan kasus tersebut, terdapat 2.166 pasien rawat inap yang didiagnosis penyakit LES. Tren ini tampaknya meningkat dua kali lipat dibandingkan data sebelumnya. Berdasar data pada tahun 2014 dilaporkan hanya terdapat 1.169 kasus baru.4 Sementara itu data penderita LES pada anak di Indonesia sampai saat ini belum didapatkan data yang pasti.
Apa gejala yang dapat timbul pada anak dengan LES?
Tanda dan gejala penyakit LES sangat beragam dapat melibatkan kulit dan mukosa, sendi, darah, jantung, paru, ginjal, susunan saraf pusat serta sistem imun. Penyakit LES sering dijuluki great imitator (peniru yang ulung) atau penyakit seribu wajah karena manifestasinya yang beragam dan tampilan perjalanan penyakit yang beragam pula, sehingga seringkali menimbulkan kekeliruan dalam upaya mengenalinya. Kesulitan untuk mendeteksi LES ini akan menyebabkan diagnosis dan penanganan yang terlambat.3
Gejala klinis umum yang sering terdapat pada LES antara lain adalah adanya demam yang berkepanjangan, nyeri kepala, mudah letih dan lemah, kehilangan nafsu makan, pembesaran kelenjar dan kehilangan berat badan yang cukup drastis dalam waktu yang singkat. 5 Gejala klinis seperti adanya keterlibatan kulit dan mukosa berupa ruam kemerahan atau kebiruan di kulit atau ruam kemerahan di wajah dengan gambaran yang khas berbentuk kupu-kupu atau ruam diskoid yang berbentuk seperti bekas penyembuhan luka yang kronis atau ujung-ujung jari tangan dan kaki pucat hingga kebiruan saat udara dingin, keluhan rambut rontok sampai terjadi kebotakan, fotosensitif/ timbulnya ruam atau reaksi yang tidak biasa akibat sensitif terhadap cahaya atau cahaya matahari, sariawan yang tidak kunjung sembuh dengan lokasi di langit-langit mulut yang sifatnya tidak nyeri, keluhan bengkak dan nyeri sendi terutama pada sendi lengan dan tungkai, gangguan di sistem darah berupa anemia, penurunan kadar sel darah putih dan trombosit, gangguan ginjal berupa adanya protein, darah atau silinder yang ditemukan dalam urine, gangguan di paru dan jantung berupa peradangan pada selaput pembungkus paru dan jantung yang ditandai dengan nyeri dada terutama saat berbaring dan menarik napas panjang, gangguan susunan saraf pusat berupa kejang, gangguan kesadaran atau gangguan psikosis serta parameter laboratorium imunologis diantaranya adalah pemeriksaan antinuclear antibodies (ANA), anti double stranded deoxy ribonucleic acid (ds-DNA), antibodi Smith (Sm) protein, antibodi antifosfolipid, antibodi anticardiolipin dan anti lupus antikoagulan serta pemeriksaan komplemen.1,2,5
Apakah anak LES bisa sembuh dan bagaimana perawatan dan pengobatannya?
Gejala LES dapat timbul secara tiba-tiba atau berkembang perlahan. Penderita LES dapat mengalami gejala yang bertahan lama atau bersifat sementara sebelum akhirnya mengalami kekambuhan kembali. Hingga saat ini LES belum dapat disembuhkan, artinya tidak ada obat yang benar-benar dapat menyembuhkan LES sehingga penderita LES memerlukan pengobatan yang terus menerus untuk mengontrol aktifitas penyakitnya dengan tujuan dapat tercapainya remisi jangka panjang, mengurangi tingkat keparahan gejala klinis, mencegah kerusakan organ serta meningkatkan angka harapan hidup. Oleh karena itu, penanganan yang tepat sangat diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut. Perawatan anak atau remaja dengan LES memerlukan pendekatan multidisiplin, dan idealnya melibatkan ahli alergi imunologi/reumatologi anak, dokter perawatan primer, ahli nefrologi (ginjal) anak, kedokteran remaja, psikiatri dan psikologi, keperawatan, pekerja sosial dan juga terapi fisik dan okupasi. Peranan orang tua dan keluarga sebagai pendukung utama dalam menjaga kepatuhan minum obat juga sangat diperlukan.1,3
Penatalaksanaan LES terdiri dari pemberian obat-obatan/medikamentosa dan non medikamentosa. Pemberian obat-obatan disesuaikan dengan tingkat keparahan dan luasnya manifestasi penyakit. Mengingat semua obat memiliki potensi efek samping, sehingga keseimbangan antara risiko dan manfaat selalu menjadi pertimbangan yang terdepan dalam pemilihan obat-obatan. Anti-malaria, hidroksiklorokuin dan klorokuin, menjadi obat yang dipakai untuk pengobatan pada semua tipe LES anak dan untuk terapi pemeliharaan penyakit.6Obat anti inflamasi (peradangan) nonsteroid (NSAID) biasanya diberikan terutama untuk gejala pada persendian. Obat kortikosteroid tetap terapi utama pada penderita LES dan paling efektif untuk pengendalian penyakit secara cepat. Lebih dari 90% dari semua pasien LES anak akan mendapatkann kortikosteroid sebagai bagian dari pengobatan penyakit mereka.7 Dosis dan lama pemberian kortikosteroid tergantung pada gejala dan derajat keparahan penyakitnya.
Imunosupresan atau obat yang dapat menekan sistem kekebalan tubuh juga digunakan dalam terapi LES terutama pada penderita dengan keterlibatan ginjal dan sistem saraf atau sebagai terapi tambahan selain terapi kortikosteroid. Obat-obatan tersebut diantaranya adalah methotrexat, azathioprine dan micofenolate mofetil serta siklofosfamid. Pemilihan obat-obatan ini akan bergantung pada derajat keparahan serta respon terhadap pengobatan.8 Untuk mengontrol kondisi hipertensi, pembengkakan akibat kebocoran protein melalui ginjal dapat dibantu dengan kombinasi pembatasan cairan, diet rendah garam, dan anti-hipertensi sehingga memberikan hasil yang optimal. 1
Kemoterapi dengan siklofosfamid digunakan untuk gejala yang paling parah dan mengancam jiwa mengingat obat tersebut memiliki risiko efek samping yang tinggi seperti infertilitas, infeksi, dan risiko jangka panjang yakni terjadinya kanker. Terapi ini umumnya dipergunakan pada penderita LES dengan keterlibatan syaraf atau keterlibatan ginjal serta LES yang tidak menunjukkan perbaikan terhadap terapi awal.9
Suplementasi vitamin D dan kalsium juga diperlukan untuk meningkatkan kepadatan tulang pada penderita LES, mengingat penggunaan kortikosteroid jangka panjang memiliki efek samping dapat menurunkan kepadatan tulang dan kondisi dimana pasien LES disarankan untuk menghindari pajanan sinar matahari, yang merupakan sumber utama vitamin D, sehingga hal tersebut juga dapat menimbulkan risiko yang lebih besar terjadinya kekurangan vitamin D pada penderita LES.10
Penanganan non medikamentosa pada LES meliputi penghindaran terhadap pajanan asap rokok, perubahan cuaca yang ekstrim, serta menghindari aktivitas fisik yang berlebihan. Selain itu, penting untuk menghindari pajanan sinar matahari secara langsung khususnya pada pukul 10.00 hingga 15.00, dan disarankan untuk menggunakan pelindung diri bila beraktifitas di luar ruangan dengan pakaian tertutup, pemakaian topi, kaca mata serta memakai lotion atau krim tabir surya pada kulit minimal SPF 30%.1,3.4
Pengobatan LES terus berkembang dengan obat-obatan generasi baru yang dapat memberikan hasil semakin baik bagi penderita LES. Sebagian penderita LES yang mendapat penanganan tepat dapat hidup normal atau setidaknya mendekati tahap normal. Harapan hidup pada pasien LES juga semakin meningkat. Tingkat kematian telah menurun secara signifikan selama dua dekade terakhir, dengan kelangsungan hidup 10 dan 15 tahun melebihi 85%.1Dukungan dari semua pihak, terutama keluarga, teman, kelompok sesama penderita LES serta staf medis sangat diperlukan dan berperan penting dalam membantu para penderita LES dalam menghadapi penyakitnya.