Saat ini angka kejadian alergi makanan semakin meningkat termasuk di Indonesia. Beberapa orangtua seringkali menindaklanjuti alergi makanan pada anak dengan cara memantang semua jenis protein tanpa diagnosis alergi yang tepat. Hal ini dapat meningkatkan risiko malnutrisi.
Alergi makanan adalah suatu kondisi dimana tubuh memiliki sensitivitas yang berlebihan terhadap protein makanan tertentu, dimana pada orang lain tidak menimbulkan reaksi apapun.(1) Protein susu sapi, telur ayam, kacang-kacangan, ikan, kacang kedelai dan gandum merupakan golongan makanan yang paling sering menimbulkan alergi. Perlu diketahui bahwa alergi makanan berbeda dengan intoleransi makanan. Jika alergi makanan disebabkan adanya gangguan pada sistem imunologi atau kekebalan tubuh. Sedangkan intoleransi makanan tidak berhubungan dengan gangguan sistem kekebalan tubuh, dimana terjadi gangguan dalam sistem pencernaan sehingga tubuh kesulitan dalam mencerna makanan yang dikonsumsi.
Berdasarkan riwayat perjalanan penyakit alergi, kondisi alergi makanan terbanyak dijumpai pada usia bayi sampai dengan dibawah 5 tahun. Seiring perjalanan usia, alergi makanan dapat terjadi perbaikan pada usia pra sekolah. Kemudian berkembang menjadi penyakit alergi terhadap alergen hirupan seperti penyakit asma ataupun rinitis alergi.1
Tubuh dapat merespon suatu alergi makanan dengan cepat atau lambat. Tipe cepat jika muncul keluhan dalam waktu beberapa menit hingga beberapa jam. Sedangkan tipe lambat muncul beberapa hari setelah mengkonsumsi makanan yang diduga sebagai penyebab alergi. Gejala yang sering muncul yakni bentol-bentol seluruh tubuh, terasa gatal, bengkak pada mata atau bibir, gangguan pencernaan, eksim, ataupun reaksi berat seperti sesak nafas dan pingsan. Keluhan gangguan pencernaan seperti diare berulang, nyeri perut, mual muntah kerapkali muncul pada beberapa anak.
Diagnosis dapat dilakukan secara bertahap dengan rangkaian wawancara mendalam, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang. Dengan wawancara mendalam seorang dokter akan mendapatkan informasi hal-hal yang terkait alergi. Apakah gejala tersebut selalu berulang setiap kali mengkonsumsi makanan tertentu, apakah terdapat keluhan alergi yang sama dalam keluarga, apakah disertai dengan demam atau tidak, apakah muncul pada waktu tertentu. Pada anak dengan alergi makanan akan muncul gejala alergi yang sama setiap kali mengonsumsi makanan yang diduga pencetus alergi. Adanya riwayat alergi pada ayah, ibu maupun saudara kandung akan meningkatkan risiko alergi pada anak. Bedakan apakah keluhannya suatu alergi ataukah infeksi, jika keluhan tidak disertai demam, pagi atau malam hari keluhan lebih dominan dibandingkan siang hari, tidak ada ingus atau riak kental dan berwarna, maka kemungkinan sangat besar disebabkan karena alergi. Selanjutnya, untuk memastikan apakah sebuah makanan sebagai pencetus alergi, maka pada anak tersebut dapat dilakukan penghindaran / pantang makanan (eliminasi) tersebut selama 3 minggu, jika gejala menghilang maka dilanjutkan dengan mengonsumi makanan tersebut kembali (provokasi). Bila muncul keluhan kembali maka kemungkinan anak alergi terhadap makanan tersebut. 2
Terdapat beberapa pemeriksaan penunjang dalam menegakkan suatu alergi makanan, antara lain tes uji kulit ataupun pemeriksaan laboratorium darah. Seorang dokter akan mempertimbangkan pemeriksaan ini jika diperlukan. Orangtua sebaiknya berkonsultasi ke dokter sebelum melakukan pemeriksaan penunjang tersebut.2
Seorang anak ketika didiagnosis alergi makanan maka tatalaksana yang pertama adalah kenali makanan pencetus alergi, kemudian lakukan penghindaran terhadap makanan tersebut. Namun , dalam jangka waktu tertentu anak yang alergi makanan dapat terjadi toleransi atau sembuh. Pada umumnya dengan penghindaran ketat terhadap makanan alergen selama beberapa tahun, maka alergi makanan diharapkan dapat menghilang. Penghindaran semua jenis protein yang berlebihan tanpa diagnosis yang tepat maka akan meningkatkan risiko malnutrisi. Upayakan anak tetap mendapatkan makanan pengganti agar tidak terjadi malnutrisi. Pemberian obat-obatan alergi dapat mengurangi gejala yang muncul. Sebaiknya tetap konsultasikan kepada dokter terlebih dahulu.1 Berdasarkan rekomendasi IDAI, tindakan pencegahan alergi terdiri dari pencegahan primer, sekunder dan tersier. Pencegahan primer dilakukan ketika belum muncul manifestasi alergi, antara lain pemberian ASI eksklusif pada bayi hingga usia 6 bulan, ibu hamil dan menyusui tidak perlu menghindari makanan pencetus alergi selama ibu tidak ada alergi, makanan pendamping ASI (MP-ASI) diberikan usia 4-6 bulan, pembatasan makanan pendamping ASI tidak diperlukan dalam pencegahan alergi, selain itu sangat penting penghindaran paparan asap rokok pada ibu hamil maupun pada anak dan bayi sesudah lahir.3