Pada 2015, WHO melaporkan hampir 6 juta anak balita meninggal dunia, 16 persen dari jumlah tersebut disebabkan pneumonia. Berdasarkan data Badan PBB untuk Anak – Anak (Unicef), pada 2015 terdapat kurang lebih 14 persen dari 147.000 anak dibawah 5 tahun di Indonesia meninggal karena pneumonia.
Pneumonia adalah radang akut yang menyerang jaringan paru dan sekitarnya. Pneumonia adalah manifestasi infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) yang paling berat karena dapat menyebabkan kematian. Penyebab pneumonia adalah berbagai macam virus, bakteri atau jamur. Bakteri penyebab pneumonia yang tersering adalah penumokokus (Streptococcus pneumonia), HiB (Haemophilus influenza type b), dan stafilokokus (Staphylococcus aureus). Virus penyebab pneumonia sangat banyak, misalnya rhinovirus, respiratory syncytial virus (RSV) atau virus influenza. Virus campak (morbili) juga dapat menyebabkan komplikasi berupa pneumonia.
Tanda – tanda bahwa balita mengalami pneumonia adalah terjadi peningkatan frekuensi nafas sehingga anak tampak sesak. Selain itu, jika diamati pada daerah dada tampak tarikan dinding dada bagian bawah setiap kali anak menarik nafas.
Takipneu atau nafas cepat merupakan tanda pneumonia yang penting. Oleh sebab itu, kader kesehatan juga diajarkan untuk mengenali tanda awal pneumonia ini dengan cara menghitung frekuensi nafas selama 1 menit. Batasan frekuensi nafas cepat pada bayi 2 – 12 bulan 50 kali per menit, sedangkan usia 1 – 5 tahun 40 kali per menit. Selain takipneu dan retraksi, balita yang mengalami perburukan gejala ditandai dengan gelisah, tidak mau makan/minum, kejang atau sianosis (kebiruan pada bibir), bahkan penurunan kesadaran.
Untuk menanggulangi pneumonia, ada tiga langkah utama yang dicanangkan oleh WHO, yaitu proteksi balita, pencegahan pneumonia, dan tata laksana penumonia yang tepat. Proteksi ditujukan untuk menyediakan lingkungan hidup yang sehat bagi balita, yaitu nutrisi yang cukup, ASI eksklusif sampai bayi usia 6 bulan, dan udara pernafasan yang terbebas dari polusi (asap rokok, asap kendaraan, asap pabrik). Pemberian ASI eksklusif dapat menurunkan kejadian pneumonia pada balita sebesar 20 persen.
Pencegahan bayi dari sakit karena pneumonia terutama dilakukan dengan memberikan imunisasi lengkap. Ini mencakup beberapa jenis imunisasi yang terkait pneumonia, dapat menurunkan kejadiannya sebesar 50 persen. Mengacu laporan Mengacu laporan John Hopkins Bloomerg School of Public Heatlh 2015 : Pneumonia & Diarrhea Progress Report 2015, Indonesia adalah salah satu dari negara dengan kasus pneumonia tertinggi yang belum memasukan vaksin pneumokokus sebagai vaksin program imunisasi rutin nasional.
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) telah merekomendasikan pemberian imunisasi PCV untuk anak berumur 2 bulan hingga 5 tahun. Sementara itu, beberapa negara seperti Bangladesh, India, Kenya, Uganda, dan Zambia telah mengembangkan program rencana hingga skala nasional untuk menggalakan upaya penanggulangan pneumonia.
Tata laksana yang tepat dimulai dari deteksi dini gejala pneumonia dan dengan memberikan pengobatan yang cepat dan tepat pada balita yang mengalami pneumonia. Akses terhadap layanan kesehatan dan ketersediaan obat serta oksigen merupakan hal yang sangat penting. Ini merupakan sesuatu tantangan yang memerlukan perhatian poihak pemerintah sebagai upaya menurunkan angka kematian balita.