Keterlambatan atau gangguan bicara dan bahasa, dapat berakibat amat besar pada aspek kehidupan seorang anak, disamping itu juga dapat berdampak jangka panjang; pernyataan ini dapat menimbulkan kekhawatiran orangtua yang mempunyai anak dengan riwayat keterlambatan bicara, atau bahkan ada orangtua yang sulit menerima keadaan ini, namun hal ini perlu diketahui oleh orangtua atau guru agar dapat memantau terus perkembangan seorang anak.
Keterlambatan atau gangguan bicara dan bahasa kini semakin banyak dijumpai, angka resmi untuk gangguan ini belum ada, di Jakarta diperkirakan 21%. Karenanya, orangtua harus waspada akan perkembangan bicara anaknya (lihat keterlambatan bicara IDAI) mengingat bila keterlambatan ini tidak ditangani secara dini, akan berakibat terjadi gangguan kecerdasan dan perilaku.
Dampak jangka panjang keterlambatan bicara:
- Gangguan bahasa berpengaruh pada luaran akademik dan pekerjaan
Kesulitan belajar
- Kesulitan pemahaman, mengakibatkan anak sangat rentan dalam kaitannya dengan pendidikan (Hooper dkk.,2003)
- Gangguan bahasa (dibandingkan gangguan bicara) sejak dini (Batita) jelas berhubungan dengan kesulitan melanjutkan sekolah sampai dewasa (Young dkk.,2002)
- Anak dengan gangguan bahasa berisiko untuk mempunyai masalah membaca dan perilaku, apalagi gangguan perilaku ini berhubungan dengan ketidakmampuan anak untuk membaca (Tomblin dkk.,2000)
- Penurunan berbahasa yang bermakna secara klinis terdapat pada 50% remaja dengan perilaku menantang dan ada hubungan antara kemampuan berbahasa lisan pada awal kehidupan dengan risiko terjadinya perilaku menantang pada remaja (Snow and Powell, 2011)
- Gangguan bahasa berhubungan dengan peningkatan risiko ansietas sosial
- Remaja dengan gangguan perkembangan bahasa mempunyai kadar kecemasan yang lebih tinggi dibandingkan rekannya yang normal (Wadman dkk., 2011)
- Anak dengan gangguan perkembangan bahasa mempunyai peluang lebih besar untuk mengalami ketakutan berlebihan saat sosialisasi di usia 19 tahun dan gejala kecemasan akibat kegiatan bersosialisasi di usia 31 tahun (Brownlie dkk., 2016)
- Gangguan bahasa berdampak pada partisipasi sosial
- Anak dengan gangguan bahasa mempunyai kualitas persahabatan dan partisipasi aktivitas sosial yang lebih rendah dibandingkan anak dengan perkembangan normal (Durkin dan Conti-Ramsden, 2007)
- Masalah dengan teman sebaya diteliti selama lebih dari 9 tahun pada 171 anak berusia 7-16 tahun dengan riwayat gangguan bahasa, anak dengan gangguan bahasa lebih berisiko menunjukkan kesulitan hubungan dengan teman sebaya ( Mok dkk., 2014)
- Gangguan bahasa tidak menghilang ketika anak disekolahkan
- Gangguan bicara dan bahasa yang diidentifiasi saat usia 5 tahun, 72% tetap mengalami gangguan di usia 12 tahun.
- Penelitian pada remaja yang diidentifikasi mempunyai gangguan bahasa yang disebut specific language impairment saat usia 5 tahun dan dipantau saat usia 12 dan 19 tahun, ditemukan masih terdapat kesulitan komunikasi yang tinggi pada anak dengan riwayat gangguan bahasa tersebut (Johnson dkk.,1999)
Kesimpulan
- Orangtua harus tetap memperhatikan perkembangan anak dengan riwayat terlambat bicara, walaupun anaknya sudah dapat berkomunikasi dengan baik setelah dilakukan terapi wicara. Perkembangan yang perlu dipantau orangtua seperti prestasi akademik anak, terutama yang berhubungan dengan membaca, menulis, memahami kalimat, dan perkembangan emosi, perilaku anak dan hubungan anak dengan teman sebayanya.
- Orangtua perlu mengetahui tonggak perkembangan bicara anak, agar penanganan kasus terlambat bicara dapat dilakukan sedini mungkin, dan penanganan sebaiknya dikonsultasikan dulu ke dokter tumbuh kembang anak, bukan hanya terbatas pada menyekolahkan anak saja.
- Orangtua perlu membawa anaknya ke Puskesmas untuk pemeriksaan skrining, terutama untuk anak usia dibawah 2 tahun, untuk mengetahui apakah perkembangan anaknya sudah sesuai dengan umurnya, atau ada penyimpangan perkembangan sehingga perlu konsultasi lanjutan.