Bahaya “Skip Challenge” Pada Remaja

Diperbarui 13/10/2021

Desakan dari teman sebaya agar seorang remaja mau melakukan skip challenge juga sangat berpengaruh. Remaja biasanya tidak menyadari efek dari tren ini. Mereka menganggap bahwa mereka memiliki kontrol terhadap tekanan pada leher dan waktu untuk melepaskan tekanan tersebut. Salah persepsi ini menjadi hal yang paling berbahaya karena sebagian partisipan salah dalam memperkirakan hal itu.

Terdapat beberapa tanda yang dapat dikenali pada anak atau remaja yang telah mencoba tren ini, antara lain memar disekitar leher atau bagian tubuh lain, bintik – bintik merah pada wajah, nyeri kepala, dan disorientasi. Memar dapat terjadi di leher akibat pencekikan; atau di kepala, lengan dan dada akibat jatuh. Remaja biasanya tidak dapat menjelaskan secara rasional penyebab memar itu dan menyembunyikannya dengan pakaian.

Nyeri kepala dirasakan di bagian kepala depan selama beberapqa hari setelah “permainan” dan dapat disertai gangguan penglihatan dan daya pikir. Remaja juga tampak berpandangan kosong, lelah, sedih dan bingung terhadap waktu dan tempat. Adanya simpul tali atau kain di tempat yang tidak wajar serta perubahan perilaku seperti peningkatan agresivitas, keinginan untuk menyendiri, dan kecenderungan mengunci ruang rindu perlu dipertimbangkan sebagai tanda dilakukannya “permainan” ini.

Remaja memliki alasan beragam untuk melakukan “permainan” ini. Sebagian menyatakan adanya tekanan dari teman sebaya, keinginan untuk menjadi populer di media sosial, dan keinginan untuk lari dari masalah emosional. Beberapa remaja lainnya menganggap “permainan” tersebut sebagai cara legal untuk “high” tanpa efek samping (seperti pada obat terlarang).

Orangtua, guru, petugas kesehatan, dan orang – orang yang berkaitan remaja harus waspada terhadap tren ini, terutama remaja yang memiliki faktor gigi. Sangat penting bagi orangtua untuk membicarakan bahaya skip challenge, mengawasi teman – teman dekat, serta mengetahui isi media sosial yang dilihat anak remajanya. Percakapan orangtua dengan anak remaja perlu dilakukan dengan kondusif. Sebelum berdiskusi dengan anak remaja, orangtua mendapatkan informasi yang cukup tentang skip challenge tersebut.

Orangtua perlu menghindari percakapan dengan teriakan, menuduh, atau memojokkan remaja karena hal tersebut menjadikan komunikasi nebjadi tidak efektif. Media sosial atau media lain penting untuk memberikan informasi yang terpercaya untuk menyadarkan remaja tentang baya skip challenge sehingga mereka tidak pernah mencobanya sekalipun “ dibujuk” atau “ditekan” oleh temannya.

Ditulis Oleh:
Dr. Natharina Yolanda
DR.Dr. Hartono Gunardi, Sp.A(K)
Bagikan Artikel
Ditulis Oleh:
Dr. Natharina Yolanda
DR.Dr. Hartono Gunardi, Sp.A(K)
Bagikan Artikel

Dapatkan Informasi Terbaru

Berlangganan newsletter kami dan dapatkan informasi terbaru seputar
Anak Indonesia Sehat!

Berlangganan
Notifikasi
0 Comments
Inline Feedbacks
Lihat semua komentar
Anak Indonesia Sehat
Situs ini dibuat untuk para orang tua sebagai wadah pendukung untuk terciptanya pertumbuhan dan perkembangan Anak Indonesia Sehat.
magnifiercrosschevron-down